JAKARTA, KOMPAS.com - Penghilangan ayat tentang tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan terjadi di DPR. Saat Sekretariat Negara menerima berkas RUU tersebut dari DPR untuk pengesahan menjadi undang-undang, ayat tentang tembakau sudah tidak ada.
Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa menegaskan hal tersebut di Jakarta, Selasa (13/10). Mensesneg juga menjelaskan, kasus ini bukan pertama kali terjadi. Kasus serupa pernah terjadi dan diketahui Sekretariat Negara (Setneg).
Menurut Hatta, Setneg menemukan adanya ayat yang hilang saat melakukan pengecekan akhir sebagai prosedur rutin sebelum RUU disahkan menjadi UU.
Dokumen RUU Kesehatan yang diantar dengan surat Ketua DPR kepada Presiden mengenai telah disetujuinya RUU itu untuk dijadikan UU diterima Setneg pada 28 September 2009.
Pada dokumen yang dibundel dengan sampul berlogo DPR ini, Pasal 113 hanya memuat dua dari tiga ayat yang seharusnya ada seperti saat disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009.
”Sebagaimana lazimnya, sebelum dilakukan pengesahan atau persetujuan oleh Presiden, Setneg melakukan pengecekan detail, ayat per ayat, pasal per pasal. Dari situ, kami temukan pada Pasal 113, Ayat (2) hilang,” ujar Hatta.
Menindaklanjuti hilangnya ayat itu, Setneg meminta klarifikasi ke Departemen Kesehatan dan Komisi IX DPR.
Berita acara klarifikasi untuk mengembalikan Ayat (2) Pasal 113, sesuai dokumen yang disetujui rapat paripurna, sudah ditandatangani oleh Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dan Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan Faiq Bahfen, tertanggal Selasa kemarin.
Untuk mengesahkan RUU ini menjadi UU Kesehatan dan diundangkan di Lembar Negara, Setneg akan menyerahkan dokumen RUU, yang sudah bersampul dengan logo Presiden, untuk diperiksa dan diparaf per halaman oleh Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Mensesneg.
Lalu, barulah RUU ini ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembar Negara.
Beberapa kali terjadi
Hatta menyesalkan adanya ayat yang hilang pada dokumen RUU yang disampaikan oleh DPR. Dalam kepemimpinan Hatta di Setneg, ayat yang hilang setelah persetujuan Rapat Paripurna DPR pernah terjadi pula pada dokumen RUU Perkeretaapian dan RUU Tata Ruang.
”Setneg selama ini berusaha menjadi gerbang penjaga terakhir dengan melakukan pengecekan detail sebelum proses pengesahan,” ujar Hatta.
Menurut dia, hilangnya ayat dalam RUU yang sudah disetujui Rapat Paripurna DPR merupakan persoalan yang sangat mendasar. Ia juga pernah membicarakan masalah tersebut dengan Ketua DPR yang ketika itu masih dijabat Agung Laksono. Kenyataannya, persoalan yang sama masih terulang.
”Perlu ada shock therapy karena satu ayat pun bisa jadi dihasilkan setelah berkeringat berdebat berbulan-bulan,” ujarnya.
Pelaku masih misterius
Hilangnya Ayat (2) Pasal 113 dalam RUU Kesehatan yang sudah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009, masih misterius. Pelakunya belum diketahui secara pasti.
Sekjen DPR Nining Indra Saleh ketika dikonfirmasi pers, Selasa, berkeyakinan bahwa kesalahan ini hanya kesalahan teknis semata, bukan karena unsur kesengajaan, terlebih lagi pengaruh suap dari pihak-pihak yang berkepentingan. ”Kan bisa saja salah ketik,” ucapnya.
Dari sisi prosedural, menurut mantan Sekjen DPR Faisal Djamal, yang biasanya melakukan penyisiran kembali naskah RUU yang telah disetujui dalam rapat paripurna adalah sekretariat komisi atau panitia khusus bersangkutan.
Secara terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus UU Kesehatan Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning membantah adanya usaha sengaja menghilangkan Ayat (2) Pasal 113 tentang tembakau sebagai zat adiktif. ”Hilangnya ayat tersebut karena kesalahan teknis belaka,” ujarnya.
Ribka menjelaskan, dia dipanggil unsur pimpinan DPR, Selasa kemarin, guna mengklarifikasi hilangnya ayat.
”Komisi IX pada akhir jabatan kemrungsung membahas lima undang-undang, sedangkan di sekretariat Komisi IX hanya ada ada 19 orang. UU Kesehatan yang dikirim sekretariat kami ke Sekretariat Negara itu draf lama. Tidak ada kesengajaan. Tidak ada masalah berat,” ujar Ribka.
Ribka mengakui, dalam pembahasan RUU Kesehatan terdapat perbedaan pendapat di antara para anggota Komisi IX. ”Fraksi saya yang berbasis petani dan buruh serta sejumlah anggota lain keberatan dengan pasal itu.
Pertimbangannya, pasal itu akan berdampak pada petani tembakau dan buruh. Anggota aliansi petani tembakau di Temanggung juga sempat datang menyampaikan keberatannya,” ujar Ribka.
Sebagian anggota lain setuju ayat itu dimasukkan dengan melihat alasan kesehatan.
”Pada akhirnya disetujui untuk melihat alasan kesehatan saja. Pada saat pengesahan paripurna, ayat itu ada,” kata Ribka.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan sah- sah saja jika DPR menyatakan hilangnya ayat itu sebagai kesalahan teknis.
Namun, dampaknya tidak dapat dipandang enteng mengingat jika undang-undang ”terkorupsi” itu lolos, dampaknya akan luas.
Ketua Harian Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Laksmiati A Hanafiah mengatakan, dengan tercantumnya ayat tersebut, konsekuensinya pemerintah harus tegas mengendalikan produk terkait tembakau, mulai dari iklan, kadar nikotin dan tar, ruang-ruang khusus penggunaan produk tembakau, sampai batasan usia pengguna. (DAY/SUT/INE/THY)
Sumber : Kompas, 14.10.09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar