Kamis, 10 September 2009 08:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia tercatat sebagai negara yang paling giat mereformasi aturan dan prosedur untuk kemudahan usaha di kawasan Asia Timur dan Pasifik selama periode Juni 2008-Juni 2009. Namun, secara keseluruhan, level kemudahan usaha di Indonesia masih di bawah rata-rata.
Survei Doing Business 2010 yang diumumkan International Finance Corporation (IFC), anak usaha Bank Dunia, Rabu (9/9) di Jakarta, menunjukkan, selama setahun terakhir Indonesia melakukan tiga reformasi positif di tiga faktor, yaitu pendirian usaha, pendaftaran/pemilikan properti, dan perlindungan investor.
Survei Doing Business merupakan penilaian atas 10 faktor kemudahan usaha yang dikaitkan dengan waktu dan biaya yang dibutuhkan pengusaha. Faktor tersebut, antara lain, adalah pendirian usaha, pembayaran pajak, dan perdagangan lintas negara.
Program Manager Financial and Private Sector Development Bank Dunia Sylvia Solf menjelaskan, pada faktor pendirian usaha, Indonesia berhasil mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk perizinan sebanyak 16 hari menjadi rata-rata 60 hari.
Selanjutnya pada faktor pendaftaran properti, lama prosesnya juga bisa dikurangi 17 hari menjadi rata-rata 21 hari.Adapun di area perlindungan investor, Indonesia dinilai berhasil meningkatkan tata kelola, khususnya yang berkaitan dengan keterbukaan informasi.
Reformasi tersebut membuat peringkat Indonesia dalam kemudahan usaha naik, dari peringkat 129 pada tahun lalu, menjadi 122 dengan total jumlah negara yang disurvei 183 negara. Kendati demikian, peringkat Indonesia masih di bawah rata-rata peringkat negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Artinya, iklim investasi dan kemudahan usaha di Indonesia masih kalah dibandingkan negara lainnya. Negara tetangga Singapura bahkan merupakan negara dengan kemudahan berusaha terbaik di dunia. Negara Asia lainnya yang masuk papan atas, antara lain, Hongkong, Thailand, dan Malaysia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia berpotensi besar menjadi negara dengan kemudahan berusaha di atas rata-rata pada tahun-tahun mendatang.
Untuk mewujudkannya, menurut Lutfi, salah satu yang perlu dilakukan adalah merevisi UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan pelaku usaha menyisihkan sebagian modalnya sebagai cadangan saat memulai usaha. ”Ini membuat iklim usaha di Indonesia tidak seatraktif Malaysia, China, dan Thailand,” kata Lutfi. (FAJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar